Halo, random citizen.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakaatuh.
Apa kabar semuanyaaaaaaaaaa~
Semoga selalu dalam lindungan Dia yang Maha menggenggam
semesta di antara jemariNya, yang memungkinkan kita untuk mengagumi dan
memandangi bintang-bintang yang bergerak di kumparan konstelasi tanpa
bertabrakan sebelum waktunya.
Kali ini, saya akan bercerita. Saya ingin menulis dengan misi untuk menjaga kesehatan mental saya. Saya menulis ini dalam
kondisi… hm kurang baik. Saya sedang mencoba untuk melakukan regulasi emosi. Jadi
kalau susunan kalimatnya kurang baik… atau lebih berantakan dari biasanya,
mohon dimaklumi ya -_-
Akhir-akhir ini emosi saya naik-turun, kadang tanpa bisa
saya kendalikan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kebiasaan Ibu saya
menonton sebuah sinetron yang menurut saya sama sekali tidak baik untuk
kesehatan. Hm. Ibu saya memang penggemar sinetron. Kerap kali saya mengingatkan
beliau bahwa menonton sinetron membuat kapasitas kotak emosi mengecil, namun Ibu
saya enggan mendengarkan saya. Menurutnya, sinetron adalah satu-satunya hiburan
yang mudah beliau akses setelah lelah seharian bekerja. Baiklah. Mendengar itu,
saya tidak bisa menggugat lebih jauh karena fakta, bahwa:
1) iya, Ibu saya lelah bekerja seharian.
2) yang membayar tagihan listrik di rumah saya adalah beliau. Jadi, Ibunda memiliki hak politik untuk menyalakan tv dan menonton apapun yang beliau inginkan.
1) iya, Ibu saya lelah bekerja seharian.
2) yang membayar tagihan listrik di rumah saya adalah beliau. Jadi, Ibunda memiliki hak politik untuk menyalakan tv dan menonton apapun yang beliau inginkan.
Begini kronologisnya, Ibu saya biasa menyalakan tv sejak pukul 19.00 WIB sampai
dengan pukul 22.00 WIB. Di antara waktu itu, Ibu biasa menonton berita capres
(-_- ini saja sudah cukup membosankan, ayolah, ini pesta demokrasi rakyat yang
mana?) dan menonton sinetron Catatan Hati Seorang Istri, kemudian disambung
Tukang Bubur Naik Haji. Otomatis, kamar saya yang bersebelahan dengan ruangan
tv tempat Ibu biasa menonton tv kebagian audionya. Saya bisa mendengar dengan
jelas suara-suara dari TV. Saya bisa mendengar dialog sinetron itu. Jujur saja,
mendengar dialognya yang luar biasa klise, membuat saya ingin menembak kepala
orang yang menulis skenarionya. Menembak sebuah katapel beramunisi kacang atom.
Karena mungkin dengan begitu otak kecil yang ada di belakang tempurung
kepalanya bergetar sedikit. Kemudian menyadari, bahwa dialog yang dia tulis
bisa membentuk persepsi orang yang menonton (atau dalam kasus saya, mendengar).
Membentuk persepsi bahwa wajar saja jika perempuan yang disakiti oleh laki-laki
tidak mengambil langkah tegas sebagai bentuk pertahanan diri selain bersabar
karena hal itu yang paling dianjurkan oleh agama.
Ya tuhan. Sebentar, saya minum segelas air dulu. -_-
Mendengar dialog sinetron itu dari kamar saya, saya jadi ingin
bertanya kepada penonton acara tv seperti ini. Saya penasaran, apa yang bisa
dinikmati dari sinetron yang plotnya seperti ini? Apa membuat para perempuan
menjadi lebih paham bagaimana respon
yang tepat ketika laki-lakinya berselingkuh? Apa para perempuan melihat
refleksi diri mereka ketika disakiti laki-lakinya dalam sinetron itu? Apa
perempuan melihat bahwa mereka ada di posisi tersebut? Posisi disakiti, posisi
ada di bawah opresi? Mungkin bentuk opresinya bisa saja berbeda dengan yang ada
di cerita sinetron tersebut. Tapi......
Hm. Baiklah. Mungkin saya harus kembali mengingat bahwa Ibu
dan sinetronnya adalah… one of a cross I have to bear.
Sepertinya saya harus berhenti di sini. Saya tidak ingin
menulis tentang bagaimana seharusnya perempuan menjadi seorang perempuan. Karena
saya percaya setiap perempuan memiliki
konsep dan pemikiran sendiri tentang menjadi perempuan. Bagaimana cara untuk
terus belajar, berkembang, menjadi pribadi yang lebih baik. Kemudian dari sana
berangkat menjadi komponen yang berfungsi untuk membantu membangun tumbuh
kembang society yang lebih baik.
sekian, dan terimakasih. sayonara panas.
sekian, dan terimakasih. sayonara panas.
p.s: ditulis dalam ketika datang bulan, hari pertama. hormon. perempuan. xx.
p.ss: ditulis dengan lagu latar: tigapagi – tangan hampa kaki telanjang.
p.sss: Sorry for the title, i can't help my self -_-
No comments:
Post a Comment