Saya menulis ini tanpa kopi. Kopi saya
sudah habis, tinggal menyisakan dedaknya saja. Dan saya belum ada niatan untuk
menyeduh kopi toraja arabika persediaan dirumah lagi. Mungkin karena saya sudah
minum espresso hari ini, dan jantung saya berdegup lebih cepat dari biasanya.
Oke, mari kita mulai dengan sedikit serius.
Ketika
sebuah pertanyaan dilemparkan pada saya, “Menurut kamu, yang paling Indonesia
itu, apa?”. Maka yang pertama kali terlintas dikepala saya adalah kopi. Kenapa
kopi? Em… Indonesia adalah negara kepulauan terbesar didunia, dengan jumlah
pulau yang tercatat sebanyak 13.487.
Terletak diantara dua benua dan dua samudera menjadikan Indonesia tempat
yang sangat potensial. Potensial untuk berbagai hal. Salah satunya untuk
menanam kopi. Bahkan dari kedua spesies yang paling terkenal, yaitu arabika dan
robusta. Dengan kondisi Indonesia yang beriklim tropis dan berbukit kopi tumbuh
dengan subur dan menghasilkan varietas yang tidak bisa dianggap remeh
kualitasnya.
Dari Sabang sampai Merauke tersebar jenis-jenis kopi yang rasanya sangat khas. Saya
tidak akan langsung membahas kopi luwak yang saat ini sangat terkenal
dimana-mana. Rasa-rasanya jangan mengaku peminum kopi yang kekinian jika belum
mencoba kopi luwak yang harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan kopi
lain.
Saya
beberapa kali bertamasya, keliling Indonesia. Tidak secara langsung, tapi dari
kopi-kopi khas dari pulau-pulau Indonesia yang saya dapatkan dari kerabat atau
teman yang mengetahui kegemaran saya terhadap kopi. Pertama, dari pulau
Sumatera saja, ada kopi Mandailing,
Lintong dan Gayo. Saya sangat suka kopi Gayo. Diseduh dengan tambahan gula
merah. Membayangkan aromanya saja saya sudah tersenyum. Entah mengapa kopi gayo
mengingatkan saya pada wangi tanah pasca hujan. Secara ajaib sangat romantis. Lalu di pulau
jawa, terkenal dengan kopi jawa atau di mancanegara mungkin kopi java. Salah satu
pengolah kopi jawa favorit saya: Kopi Banceuy. Wah…. Menghirup aroma kopi
robusta banceuy itu seperti curi hirup wangi surga. Atau masuk ke mesin waktu
dan minum kopi dijaman kolonial Belanda dari beranda perpustakaan milik
Gubernur Batavia.
Ada satu jenis kopi jawa yang belum pernah
saya coba. Yaitu Kopi Lanang. Lanang berarti pria, dan menurut kabar yang
tersebar diudara, kopi lanang bisa meningkatan vitalitas pria. Nah, kira-kira itu adalah alasan mengapa saya
selalu mengurungkan niat untuk mencoba kopi lanang. Karena saya enggan untuk
meningkatkan vitalitas saya, di…. Ya you know exactly what I mean, right? :|
Maju sedikit ke pulau bali dan
sekitarnya, ada Kopi Bali atau kopi kintamani. Kopi yang tumbuh di Bali rata-rata
spesies arabika. Entah kenapa kopi dari spesies arabika rata-rata mengingatkan
saya pada tanah. Tapi kopi kintamani wanginya lebih menyerupai pada buah-buahan
tropis. Menyeduh kopi kintamani rasanya sangat hangat, dan mengingatkan saya
pada opini seorang warga negara Perancis
rekan kerja kerabat saya, yang berkomentar: “Indonesia, where the people
always nice and friendly.” Itu pula yang saya rasakan saat meminum kopi
kintamani, rasa-rasanya seperti keramahan tuan rumah yang tidak boleh
disia-siakan.
Lalu, saya akan melompat ke Bumi Cendrawasih,
Papua. Papua menghasilkan kopi yang lebih dikenal dengan nama kopi wamena.
Meskipun saya lebih menyukai spesies robusta jika dibandingkan dengan arabika,
harus saya akui, kopi wamena arabika wanginya sangat khas, dan after tastenya
lebih manis. Minum kopi wamena rasa-rasanya seperti menikmati kecantikan paras
perempuan muda.
Sepulang dari Papua, saya akan
singgah di Sulawesi. Sudah jelas kan, sebagai peminum kopi bagaimana mungkin
saya tidak menyebut tana toraja sebagai produsen kopi berkualitas yang tidak
bisa dipandang sebelah mata jika dibandingkan dengan kopi-kopi dari pulau lain.
Robustanya sangat menggoda iman. Wangi sekali. Menyeduhnya mengingatkan saya
pada hutan hujan. Hutan hijau dan tenang yang merupakan produsen oksigen dan penyerap
monoksida demi kelangsungan hidup manusia, yang notabene adalah virus terbesar
dan inang paling rakus yang ada di bumi.
Berbicara soal tenang, kopi
memicu produksi dopamine. Dopamine adalah neotransmitter yang mempunyai peran mengatur
emosi dan mood. Jadi rasanya wajar saja pasca kopi, saya merasa lebih humoris
dan tepat guna.
Kalau ditelaah lebih jauh,
kontribusi kopi di Indonesia bukan hanya membuat masyarakatnya menjadi lebih
humoris dan produktif. Tapi kopi adalah sebuah komoditas yang sangat
menjanjikan. Celah usaha yang sangat manis. Dengan satu-satunya produsen kopi
luwak di dunia, (oke, akhirnya saya membahas kopi luwak lebih jauh K), dengan produksi yang unik karena membutuhkan kontribusi
dari Luwak yang memakan biji kopinya terlebih dahulu. Saya pernah mencoba kopi
luwak dua kali. Dirumah seorang teman yang secara histeris memberi kabar pada saya, bahwa dia dikirimi kopi luwak.
Oleh karena itu, saya dijamu dirumahnya. Untuk minum kopi. Lalu setelah saya
mencobanya….. menurut saya, rasa kopi luwak itu manis. Selesai. Tidak ada
deskripsi lebih lanjut. Dan percobaan yang kedua pun begitu.
Jika suatu hari
saya terkenal, dan dalam sebuah kesempatan diwawancarai mengenai kopi, “Jadi,
bagaimana pendapat anda soal kopi luwak, Isti Bani?”
Saya akan menjawab, “Enak.”
Lalu
mungkin dia akan bertanya lagi, “Itu saja?”
Saya akan
memasang pose the thinker, lalu berkata dengan serius, “Manis.”
Kemudian jurnalis tersebut akan mengalihkan topik kopi luwak itu ke hal lain yang
lebih penting mungkin politik dunia, atau album kolaborasi metallica dengan lou
reed.
Er.. saya meracau lagi ya? Oke kembali ke topik awal. Tadi
apa? Komoditas ya. Kopi menjadi komoditas yang menjanjikan. Menurut berita, ekspor
kopi luwak dari Indonesia menyebar hingga 18 negara. Dengan harga yang tidak
main-main. Juni 2012 tercatat bahwa harga kopi luwak mencapai Rp.
7.000.000,00/kg-nya. Dan jenis kopi Indonesia lain yang juga di ekspor ke luar
negeri, dengan harga yang relative stabil dari spesies robusta, dan pergerakan
harga yang lebih signifikan dari spesies arabika. Bertahan di $ 6-7/kg.
Oleh karena itu terjadi pergeseran
makna kopi dan ngopi itu sendiri di Indonesia. Kopi bukan hanya biji yang
dibakar, digiling lalu diseduh. Kopi menjadi sebuah ladang usaha dan salah satu
faktor pembangun gengsi. Bagaimana masyarakat Indonesia, dari mulai yang muda
hingga yang tua, sangat gemar untuk menghabiskan waktu berlama-lama di warung
kopi, dan memesan variasi kopi yang beraneka ragam. Kopi tubruk, espresso,
longblack, dan berbagai macam jenis kopi manis yang saya tidak terlalu hafal
jenisnya, karena saya kurang suka kopi dingin dengan creamer, foam, caramel,
cokelat, es krim, dan entah dicampur apa lagi.
Sering
kali saya melihat peminum kopi yang kemudian gaya-gayaan dan posting foto yang
dipesannya dan lalu ber-twitpic atau ber-instagram ria supaya seluruh dunia
tahu dia sedang minum apa. Sungguh menyenangkan melihat apa yang mereka pesan,
apa lagi sekarang banyak yang menyebutkan bahwa jenis kopi apa yang kamu pesan
menggambarkan kepribadianmu.
Jadi, kopi mempengaruhi apa
saja? Mood, produktivitas, vitalistas, finansial, style, dan kepribadian. Kurang
lengkap apa lagi coba? Dan Indonesia negara yang sangat kaya dengan banyak hal.
Salah satunya kaya akan kopi. Bisa dibilang, surganya kopi.
Mari kita maksimalkan
semua potensi yang ada di kopi. Supaya seluruh dunia tahu, kalau kopi Indonesia
itu rasanya khas, bukan hanya kopi luwak saja. YUK, biar merasakan yang #palingIndonesia, kita seduh kopi
toraja kalosi arabikanya lagi :)