Friday 29 June 2012

Kekayaan Nusantara : Kopi




                 Saya menulis ini tanpa kopi. Kopi saya sudah habis, tinggal menyisakan dedaknya saja. Dan saya belum ada niatan untuk menyeduh kopi toraja arabika persediaan dirumah lagi. Mungkin karena saya sudah minum espresso hari ini, dan jantung saya berdegup lebih cepat dari biasanya. Oke, mari kita mulai dengan sedikit serius.
                Ketika sebuah pertanyaan dilemparkan pada saya, “Menurut kamu, yang paling Indonesia itu, apa?”. Maka yang pertama kali terlintas dikepala saya adalah kopi. Kenapa kopi? Em… Indonesia adalah negara kepulauan terbesar didunia, dengan jumlah pulau yang tercatat sebanyak 13.487.  Terletak diantara dua benua dan dua samudera menjadikan Indonesia tempat yang sangat potensial. Potensial untuk berbagai hal. Salah satunya untuk menanam kopi. Bahkan dari kedua spesies yang paling terkenal, yaitu arabika dan robusta. Dengan kondisi Indonesia yang beriklim tropis dan berbukit kopi tumbuh dengan subur dan menghasilkan varietas yang tidak bisa dianggap remeh kualitasnya.
                Dari Sabang sampai Merauke tersebar jenis-jenis kopi yang rasanya sangat khas. Saya tidak akan langsung membahas kopi luwak yang saat ini sangat terkenal dimana-mana. Rasa-rasanya jangan mengaku peminum kopi yang kekinian jika belum mencoba kopi luwak yang harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan kopi lain.
                Saya beberapa kali bertamasya, keliling Indonesia. Tidak secara langsung, tapi dari kopi-kopi khas dari pulau-pulau Indonesia yang saya dapatkan dari kerabat atau teman yang mengetahui kegemaran saya terhadap kopi. Pertama, dari pulau Sumatera saja, ada kopi Mandailing, Lintong dan Gayo. Saya sangat suka kopi Gayo. Diseduh dengan tambahan gula merah. Membayangkan aromanya saja saya sudah tersenyum. Entah mengapa kopi gayo mengingatkan saya pada wangi tanah pasca hujan.  Secara ajaib sangat romantis. Lalu di pulau jawa, terkenal dengan kopi jawa atau di mancanegara mungkin kopi java. Salah satu pengolah kopi jawa favorit saya: Kopi Banceuy. Wah…. Menghirup aroma kopi robusta banceuy itu seperti curi hirup wangi surga. Atau masuk ke mesin waktu dan minum kopi dijaman kolonial Belanda dari beranda perpustakaan milik Gubernur Batavia.
                 Ada satu jenis kopi jawa yang belum pernah saya coba. Yaitu Kopi Lanang. Lanang berarti pria, dan menurut kabar yang tersebar diudara, kopi lanang bisa meningkatan vitalitas pria.  Nah, kira-kira itu adalah alasan mengapa saya selalu mengurungkan niat untuk mencoba kopi lanang. Karena saya enggan untuk meningkatkan vitalitas saya, di…. Ya you know exactly what I mean, right? :|
                Maju sedikit ke pulau bali dan sekitarnya, ada Kopi Bali atau kopi kintamani. Kopi yang tumbuh di Bali rata-rata spesies arabika. Entah kenapa kopi dari spesies arabika rata-rata mengingatkan saya pada tanah. Tapi kopi kintamani wanginya lebih menyerupai pada buah-buahan tropis. Menyeduh kopi kintamani rasanya sangat hangat, dan mengingatkan saya pada opini seorang warga negara Perancis  rekan kerja kerabat saya, yang berkomentar: “Indonesia, where the people always nice and friendly.” Itu pula yang saya rasakan saat meminum kopi kintamani, rasa-rasanya seperti keramahan tuan rumah yang tidak boleh disia-siakan.
                 Lalu, saya akan melompat ke Bumi Cendrawasih, Papua. Papua menghasilkan kopi yang lebih dikenal dengan nama kopi wamena. Meskipun saya lebih menyukai spesies robusta jika dibandingkan dengan arabika, harus saya akui, kopi wamena arabika wanginya sangat khas, dan after tastenya lebih manis. Minum kopi wamena rasa-rasanya seperti menikmati kecantikan paras perempuan muda.
                Sepulang dari Papua, saya akan singgah di Sulawesi. Sudah jelas kan, sebagai peminum kopi bagaimana mungkin saya tidak menyebut tana toraja sebagai produsen kopi berkualitas yang tidak bisa dipandang sebelah mata jika dibandingkan dengan kopi-kopi dari pulau lain. Robustanya sangat menggoda iman. Wangi sekali. Menyeduhnya mengingatkan saya pada hutan hujan. Hutan hijau dan tenang yang merupakan produsen oksigen dan penyerap monoksida demi kelangsungan hidup manusia, yang notabene adalah virus terbesar dan inang paling rakus yang ada di bumi.
                Berbicara soal tenang, kopi memicu produksi dopamine. Dopamine adalah neotransmitter yang mempunyai peran mengatur emosi dan mood. Jadi rasanya wajar saja pasca kopi, saya merasa lebih humoris dan tepat guna.
                Kalau ditelaah lebih jauh, kontribusi kopi di Indonesia bukan hanya membuat masyarakatnya menjadi lebih humoris dan produktif. Tapi kopi adalah sebuah komoditas yang sangat menjanjikan. Celah usaha yang sangat manis. Dengan satu-satunya produsen kopi luwak di dunia, (oke, akhirnya saya membahas kopi luwak lebih jauh K), dengan produksi yang unik karena membutuhkan kontribusi dari Luwak yang memakan biji kopinya terlebih dahulu. Saya pernah mencoba kopi luwak dua kali. Dirumah seorang teman yang secara histeris memberi kabar  pada saya, bahwa dia dikirimi kopi luwak. Oleh karena itu, saya dijamu dirumahnya. Untuk minum kopi. Lalu setelah saya mencobanya….. menurut saya, rasa kopi luwak itu manis. Selesai. Tidak ada deskripsi lebih lanjut. Dan percobaan yang kedua pun begitu. 
       Jika suatu hari saya terkenal, dan dalam sebuah kesempatan diwawancarai mengenai kopi, “Jadi, bagaimana pendapat anda soal kopi luwak, Isti Bani?”
 Saya akan menjawab, “Enak.”
Lalu mungkin dia akan bertanya lagi, “Itu saja?”
Saya akan memasang pose the thinker, lalu berkata dengan serius, “Manis.”
Kemudian jurnalis tersebut akan mengalihkan topik kopi luwak itu ke hal lain yang lebih penting mungkin politik dunia, atau album kolaborasi metallica dengan lou reed.
Er.. saya meracau lagi ya? Oke kembali ke topik awal. Tadi apa? Komoditas ya. Kopi menjadi komoditas yang menjanjikan. Menurut berita, ekspor kopi luwak dari Indonesia menyebar hingga 18 negara. Dengan harga yang tidak main-main. Juni 2012 tercatat bahwa harga kopi luwak mencapai Rp. 7.000.000,00/kg-nya. Dan jenis kopi Indonesia lain yang juga di ekspor ke luar negeri, dengan harga yang relative stabil dari spesies robusta, dan pergerakan harga yang lebih signifikan dari spesies arabika. Bertahan di $ 6-7/kg.
                Oleh karena itu terjadi pergeseran makna kopi dan ngopi itu sendiri di Indonesia. Kopi bukan hanya biji yang dibakar, digiling lalu diseduh. Kopi menjadi sebuah ladang usaha dan salah satu faktor pembangun gengsi. Bagaimana masyarakat Indonesia, dari mulai yang muda hingga yang tua, sangat gemar untuk menghabiskan waktu berlama-lama di warung kopi, dan memesan variasi kopi yang beraneka ragam. Kopi tubruk, espresso, longblack, dan berbagai macam jenis kopi manis yang saya tidak terlalu hafal jenisnya, karena saya kurang suka kopi dingin dengan creamer, foam, caramel, cokelat, es krim, dan entah dicampur apa lagi.
                Sering kali saya melihat peminum kopi yang kemudian gaya-gayaan dan posting foto yang dipesannya dan lalu ber-twitpic atau ber-instagram ria supaya seluruh dunia tahu dia sedang minum apa. Sungguh menyenangkan melihat apa yang mereka pesan, apa lagi sekarang banyak yang menyebutkan bahwa jenis kopi apa yang kamu pesan menggambarkan kepribadianmu.
                Jadi, kopi mempengaruhi apa saja? Mood, produktivitas, vitalistas, finansial, style, dan kepribadian. Kurang lengkap apa lagi coba? Dan Indonesia negara yang sangat kaya dengan banyak hal. Salah satunya kaya akan kopi. Bisa dibilang, surganya kopi.
                 Mari kita maksimalkan semua potensi yang ada di kopi. Supaya seluruh dunia tahu, kalau kopi Indonesia itu rasanya khas, bukan hanya kopi luwak saja. YUK, biar merasakan yang #palingIndonesia, kita seduh kopi toraja kalosi arabikanya lagi :)

1 comment: