Monday 12 May 2014

Day 12. Celoteh Peri Robusta

“I like my coffee how I like myself. Dark, bitter, and too hot for you.” – anonymous.
Halo, random citizen. Apa kabar?
Kembali lagi bersama saya, peri robusta. Di hari ke 12 dari serial 30harimenulis alias #30daysofwriting. (and these past few days… I’m writing shits, apparently…………….. hm. Okay.)  Since I’m introducing myself using my alias… Peri robusta, and the sentence i quoted, maybe you all can be my guest and do the guessing what is this writing about.
Yep. It is about my…. Liquid of sanity. Coffee…..

Saya suka kopi. Selalu suka kopi. Saya lupa sejak kapan saya menyukai kopi. Hm yang saya ingat, dulu saya sering curi icip kopi ayah saya. Kopi tubruk. Kopi ayah saya pahit. Hitam. Dengan ampas tebal yang mengendap di dasar cangkir. Mungkin karena itu pula sekarang, kopi saya hitam. Pahit.

Saya suka kopi. Mungkin lebih spesifiknya, saya suka robusta. Selalu suka robusta. Kenapa saya suka robusta? Padahal… harganya lebih murah? Karena robusta pahit. Dia mengandung dua kali lebih banyak kafein daripada saudaranya, arabika. Dan bukankah tujuan kita (atau setidaknya saya) dalam mengonsumsi kopi adalah karena kadar kafeinnya?

Iya, saya suka robusta karena dia rasanya lebih pahit daripada arabika. Tanpa efek samping yang membuat kepala pening. Robusta juga lebih mudah tumbuh daripada arabika. Robusta juga lebih wangi. Menurut saya lebih wangi. Aromanya sederhana, seperti wangi tanah saat hujan. romantis.

Pernah coba double espresso robusta? Wah~ dia enak sekali. Luar biasa. Hmmmmm,  rasanya seperti….. Seperti kamu tiba-tiba melihat sesuatu yang terlalu aneh untuk jadi nyata. Meninggalkan after taste yang… sulit dilupakan~ bahahaha. Kemudian kamu akan sulit tertidur, mungkin sambil mengingat. Betapa aneh rasanya si double espresso robusta ini. kemudian kamu akan menerka.. “mungkin ini cinta.” Hahahahaha…….. capek. Kangen. 

cangkir virtual, untuk menampung rindu......
Kangen kopi. Kangen double espresso. Sudah sekitar 10 minggu saya nggak minum kopi kenceng. Kopi dengan kadar kafein nyata. Nyonya lambung sedang manja. Minta perhatian. Jadi sekarang saya harus berpuas diri dengan susu cokelat panas. Duh, jika Sherlock Holmes menempelkan 3 nicotine patch di pergelangan tangannya untuk menjaga kewarasan, sepertinya saya butuh 3 caffeine patch juga untuk ditempel di jidat saya. (caffeine patch yang bentuknya seperti koyo cabe~ ahaha)

Okay. Sepertinya celotehan ini akan semakin aneh. Jadi mari kita tutup dengan timbunan kata rindu. Kata rindu saya pada kopi robusta. HAAAAAAAAA
Satu lagi, lame pun klasik:
“isti bani, single ya?” 
“Hm. Nggak kok. Double. Double espresso~”
bye. (sorry for wasting your time, dearest random citizen) -_-


p.s : see you when I see you. Ketika kamu telah genap satu-per-empat, ketika bulan dan mars ada di satu rangkaian. :)
p.s.s: ditulis dengan lagu latar Giorgio tuma – My vocalese Fun Fair (album)

1 comment:

  1. "sepertinya saya butuh 3 caffeine patch juga untuk ditempel di jidat saya"

    *terus ngebayangin dan ngakak. Semua orang pasti jadi lucu kalau pakai caffeine patch di jidat.*

    ReplyDelete