Tahun 2015 ini saya sangat
sedikit membaca buku jika di bandingkan dengan tahun lalu. Sebetulnya saya agak
lupa. Apa iya buku yang saya baca tahun ini lebih sedikit dari tahun kemarin?
Sepertinya iya. Saya tidak banyak mengingat buku yang saya baca. Rasanya hanya
sedikit buku yang saya nikmati di tahun ini, yang saya ingat ketika membaca buku
saya kerap kali merasa resah. Entah karena apa. Mungkin saya lupa alasan di
balik rasa resah yang saya rasakan. Lagi-lagi lupa. Kenapa manusia begitu
pelupa ya? Sampai harus meninggalkan catatan di sana sini untuk mengingat.
Untuk mengingat biasanya saya mengambil foto atau menyimpan benda kecil dari
momen yang saya anggap penting. Lalu saya jaga agar tidak hilang,
karena jika hilang saya khawatir saya akan melupakan momen itu, saya akan lupa
kejadian itu, lupa percakapan itu. Lalu jika lupa, saya mungkin akan lalai
dalam belajar. Lalu saya akan menyakiti (atau merugikan) orang lain karena saya
lalai atau mungkin saya akan melakukan itu pada diri saya sendiri. Kedua hal
tersebut ada baiknya dihindari. Bukan begitu?
Hm. Saya meracau. Ini tulisan ke
29 dari seri 30 hari menulis dan niatan awalnya saya akan bercerita tentang
buku yang paling berkesan bagi saya di tahun ini, tapi saya malah meracau
membahas lupa dan semacamnya. Jadi mari kembali fokus, Isti Bani.
Buku paling berkesan yang saya
baca tahun ini adalah The One and Only Ivan yang ditulis oleh Katherine
Applegate dan dicetak oleh Harper Collin Publisher tahun 2012. Buku ini bercerita
tentang Ivan (seekor gorilla silverback) yang sejak kecil hidup di dalam
kandang di tengah sebuah Mall. Ivan begitu menikmati hidupnya di sana. Dia
menikmati bagaimana manusia menontonnya dari balik kaca, menikmati acara TV
yang biasa dia tonton dan percakapan sederhana dengan sahabatnya seekor gajah
betina tua bernama Stella dan seekor anjing kampong bernama Bob. Sampai
kemudian dia bertemu dengan seekor anak gajah yang bernama Ruby yang diculik
dari keluarganya.
Sejak kedatangan Ruby, Ivan yang
terbiasa sendirian akhirnya belajar kembali mengenai rumah, mengenai keluarga, mengenai
makna pulang, menjaga, merawat dan menemani. Ivan menjelajahi tumpukan ingatan
masa kecilnya tentang rumah dan keluarga di puing-puing alam bawah sadarnya
melalui karya seni yang awalnya dia buat hanya untuk menjaga Ruby agar tetap
senang, tapi ternyata itu membawanya untuk mengingat dan melihat hal dengan
sudut pandang yang baru.
Buku ini sangat bagus. Buku anak
yang sangat amat kaya. Membacanya membuat saya sedih, resah, terharu dan
senang. Betapa buku ini membawa kita kembali mengingat dan melihat kembali
tentang kebiasaan remeh temeh dan kebahagiaan dari perhatian kecil dari mereka
yang terkasih bisa membantu kita keluar dari masa-masa buruk. Dari buku ini rasanya saya belajar banyak
sekali.
(Sekarang rasanya saya tiba-tiba
kehabisan kata-kata ketika mengingat cerita tentang Ivan dan Ruby)
Intinya, ini buku anak yang
sangat bagus. Serius.
Saya kutip halaman paling depan
dari buku ini. Sejak baca halaman pertama, saya tau saya akan tersesat dengan
Ivan lalu menemukan jalan pulang dengan haru. Mungkin kamu juga begitu.
“Someday, I hope I can draw the way Julia draws, imagining worlds that don’t
yet exist. I know most humans think. They think gorillas don’t have
imagination. They think we don’t remember our pasts or ponder our futures. Come
to think of it, I suppose they have a point. Mostly I think about what is, not
what could be. I’ve learned not to get my hopes up.”
Begitu katanya. Sejak halaman
pertama di antara kata-kata di atas, saya jatuh cinta.
Terimakasih.
Selalu bersyukur.
Semoga selalu.
p.s: May I have the pleasure of
your hand to lead this dance?
p.s.s: dan Rinjani akan menikmati
malam-mya berbincang dengan Ivan.
p.s.s.s: tentang madu dan
beberapa suplemen yang harus ditelan agar tetap mampu menjalani hari.
p.s.s.s.s: dan tentang beberapa hal yang tak terucap karena
tersesat di kepala.
P.s.s.s.s.s: peluk.
P.s.s.s.s.s: peluk.
No comments:
Post a Comment