Wednesday 30 December 2015

Day 29. Mengenai Ivan, Ruby, Lupa, Rumah, Peluk dan Pulang

Tahun 2015 ini saya sangat sedikit membaca buku jika di bandingkan dengan tahun lalu. Sebetulnya saya agak lupa. Apa iya buku yang saya baca tahun ini lebih sedikit dari tahun kemarin? Sepertinya iya. Saya tidak banyak mengingat buku yang saya baca. Rasanya hanya sedikit buku yang saya nikmati di tahun ini, yang saya ingat ketika membaca buku saya kerap kali merasa resah. Entah karena apa. Mungkin saya lupa alasan di balik rasa resah yang saya rasakan. Lagi-lagi lupa. Kenapa manusia begitu pelupa ya? Sampai harus meninggalkan catatan di sana sini untuk mengingat. Untuk mengingat biasanya saya mengambil foto atau menyimpan benda kecil dari momen yang saya anggap penting. Lalu saya jaga agar tidak hilang, karena jika hilang saya khawatir saya akan melupakan momen itu, saya akan lupa kejadian itu, lupa percakapan itu. Lalu jika lupa, saya mungkin akan lalai dalam belajar. Lalu saya akan menyakiti (atau merugikan) orang lain karena saya lalai atau mungkin saya akan melakukan itu pada diri saya sendiri. Kedua hal tersebut ada baiknya dihindari. Bukan begitu?

Hm. Saya meracau. Ini tulisan ke 29 dari seri 30 hari menulis dan niatan awalnya saya akan bercerita tentang buku yang paling berkesan bagi saya di tahun ini, tapi saya malah meracau membahas lupa dan semacamnya. Jadi mari kembali fokus, Isti Bani.

Buku paling berkesan yang saya baca tahun ini adalah The One and Only Ivan yang ditulis oleh Katherine Applegate dan dicetak oleh Harper Collin Publisher tahun 2012. Buku ini bercerita tentang Ivan (seekor gorilla silverback) yang sejak kecil hidup di dalam kandang di tengah sebuah Mall. Ivan begitu menikmati hidupnya di sana. Dia menikmati bagaimana manusia menontonnya dari balik kaca, menikmati acara TV yang biasa dia tonton dan percakapan sederhana dengan sahabatnya seekor gajah betina tua bernama Stella dan seekor anjing kampong bernama Bob. Sampai kemudian dia bertemu dengan seekor anak gajah yang bernama Ruby yang diculik dari keluarganya.

Sejak kedatangan Ruby, Ivan yang terbiasa sendirian akhirnya belajar kembali mengenai rumah, mengenai keluarga, mengenai makna pulang, menjaga, merawat dan menemani. Ivan menjelajahi tumpukan ingatan masa kecilnya tentang rumah dan keluarga di puing-puing alam bawah sadarnya melalui karya seni yang awalnya dia buat hanya untuk menjaga Ruby agar tetap senang, tapi ternyata itu membawanya untuk mengingat dan melihat hal dengan sudut pandang yang baru.

Buku ini sangat bagus. Buku anak yang sangat amat kaya. Membacanya membuat saya sedih, resah, terharu dan senang. Betapa buku ini membawa kita kembali mengingat dan melihat kembali tentang kebiasaan remeh temeh dan kebahagiaan dari perhatian kecil dari mereka yang terkasih bisa membantu kita keluar dari masa-masa buruk.  Dari buku ini rasanya saya belajar banyak sekali.
(Sekarang rasanya saya tiba-tiba kehabisan kata-kata ketika mengingat cerita tentang Ivan dan Ruby)
Intinya, ini buku anak yang sangat bagus. Serius.

Saya kutip halaman paling depan dari buku ini. Sejak baca halaman pertama, saya tau saya akan tersesat dengan Ivan lalu menemukan jalan pulang dengan haru. Mungkin kamu juga begitu.

“Someday, I hope I can draw the way Julia draws, imagining worlds that don’t yet exist. I know most humans think. They think gorillas don’t have imagination. They think we don’t remember our pasts or ponder our futures. Come to think of it, I suppose they have a point. Mostly I think about what is, not what could be. I’ve learned not to get my hopes up.”

Begitu katanya. Sejak halaman pertama di antara kata-kata di atas, saya jatuh cinta.

Terimakasih.
Selalu bersyukur.
Semoga selalu.

p.s: May I have the pleasure of your hand to lead this dance?
p.s.s: dan Rinjani akan menikmati malam-mya berbincang dengan Ivan. 
p.s.s.s: tentang madu dan beberapa suplemen yang harus ditelan agar tetap mampu menjalani hari.
p.s.s.s.s: dan tentang beberapa hal yang tak terucap karena tersesat di kepala.
P.s.s.s.s.s: peluk.


No comments:

Post a Comment