Rinjani.
Maaf harus mengatakan ini di
awal. Tapi kamu akan banyak terluka. Dan ketika kamu luka, peluk luka itu
dengan hati lapang. Jangan berlari. Ibumu ini pelari handal, dan lihat apa yang
terjadi padanya karena dia gemar sekali berlari. Peralihannya begitu cepat, ya
di beberapa kesempatan dia tak merasakan sakit karena luka. Dia tetap berjalan
tegap, tampak baik-baik saja. Tampak sekuat perawan perak di legenda yang kamu
baca. Tapi Rinjani, itu harus dibayar mahal dengan keseimbangannya yang buruk.
Ibumu kerap tiba-tiba jatuh, tiba-tiba kelabu padahal hari masih panjang. Jadi, jangan berlari dari lukamu. Jangan. Jangan. Jangan.
Rinjani.
Tubuhmu adalah sarana dan media
belajarmu. Luka yang kamu peroleh akan mengajarkanmu banyak hal. Tentang apa
yang perlu kamu jaga, tentang apa yang perlu kamu pertaruhkan dan tentang apa
yang perlu kamu relakan. Janganlah kamu terlalu terkejut jika sebagian besar
lukamu kamu dapatkan dari mereka yang terdekat denganmu. Jangan terlalu
terkejut, sayang. Luka-luka itu adalah apa yang akan mengajarkanmu tentang
dirimu dan tentang mereka.
Rinjani.
Tentang lukamu, kelak, belajarlah
bersabar. Entah kamu akan mendapatkan luka itu dengan cara bagaimana dan
dibalik cerita seperti apa. Tapi yang pasti, belajarlah bersabar. Ada hal-hal
di luar kuasamu. Ada terlalu banyak hal di balik itu, dibalik hal yang menjadi
tujuanmu, dibalik hal yang kamu pedulikan. Oleh karena itu perlulah kamu
belajar untuk bersabar. Belajarlah untuk menerima bahwa kamu hanya bisa
berusaha sekuat tenaga dengan setulus yang kamu mampu lalu pada akhirnya
menyerahkannya pada Yang Maha Menggenggam semestamu di antara jemariNya. Belajarlah untuk menerima batasanmu, untuk
menerima porsimu. Karena sayang, menjadi tepat guna dan efektif lebih baik dari
pada menjadi impulsif. (Perkara impuls itu tentu kamu bisa berkaca dariku dan
melihat dampaknya… how messy and how clumsy your mother on handling
thingssssssssss..)
Rinjani…
Terakhir. Tentang lukamu, jangan
paksa orang lain untuk memahami lukamu. Manusia, akal pikiran manusia akan
selalu terbatas. Jadi, lagi-lagi, ikhlaskan. Jika mereka tak memahamimu, tak
apa. Pulanglah padaku. Aku tak menjanjikan bahwa aku akan memahamimu. Tapi yang
pasti, aku akan merentang lengan untuk memelukmu, dan menyeduh sesuatu yang
hangat untuk menemanimu memuntahkan segala yang kamu rasa perihal luka itu.
Muntahkan. Mungkin aku dan mereka tak akan memahami, tak akan langsung
memahami. Tapi hanya dengan begitu, sebagian lukamu akan menemukan obatnya
sendiri. Hadapi dan peluk lukamu dengan berani. Sebagai mana yang dia ajarkan. Karena
dengan begitu, dengan memeluk dan menghadapi lukamu, kamu akan dengan mudah
mengenali luka orang lain. Dengan begitu, kamu akan lebih mudah membantu mereka.
Dengan begitu, kepedulianmu bisa kamu salurkan dengan tepat.
See you when I see you, Sayang.
Ibumu,
yang kerap kali, bicara sendiri dengan suara lantang di depan umum.
Si Kacang Kedelai yang sekarang jadi Kecambah.
p.s: Ditulis dengan lagu latar
Bonita - … Laju (album).
p.s.s: Dan tentang jarak, yang
merentang, bukan hanya perkara geografis. Tapi lebih dari itu.
p.s.s.s: Dan tentang perempuan
kesayangan yang selalu direngkuh kasihNya. Karena mereka adalah apa yang
menguatkan, apa yang mengingatkan. Tentang apa itu merawat. Juga tentang pulang dan jalan pulang.
No comments:
Post a Comment