Sunday 25 October 2015

Surat untuk Rinjani: Tentang Luka Itu Sendiri

Rinjani.
Maaf harus mengatakan ini di awal. Tapi kamu akan banyak terluka. Dan ketika kamu luka, peluk luka itu dengan hati lapang. Jangan berlari. Ibumu ini pelari handal, dan lihat apa yang terjadi padanya karena dia gemar sekali berlari. Peralihannya begitu cepat, ya di beberapa kesempatan dia tak merasakan sakit karena luka. Dia tetap berjalan tegap, tampak baik-baik saja. Tampak sekuat perawan perak di legenda yang kamu baca. Tapi Rinjani, itu harus dibayar mahal dengan keseimbangannya yang buruk. Ibumu kerap tiba-tiba jatuh, tiba-tiba kelabu padahal hari masih panjang. Jadi, jangan berlari dari lukamu. Jangan. Jangan. Jangan.

Rinjani.
Tubuhmu adalah sarana dan media belajarmu. Luka yang kamu peroleh akan mengajarkanmu banyak hal. Tentang apa yang perlu kamu jaga, tentang apa yang perlu kamu pertaruhkan dan tentang apa yang perlu kamu relakan. Janganlah kamu terlalu terkejut jika sebagian besar lukamu kamu dapatkan dari mereka yang terdekat denganmu. Jangan terlalu terkejut, sayang. Luka-luka itu adalah apa yang akan mengajarkanmu tentang dirimu dan tentang mereka.

Rinjani.
Tentang lukamu, kelak, belajarlah bersabar. Entah kamu akan mendapatkan luka itu dengan cara bagaimana dan dibalik cerita seperti apa. Tapi yang pasti, belajarlah bersabar. Ada hal-hal di luar kuasamu. Ada terlalu banyak hal di balik itu, dibalik hal yang menjadi tujuanmu, dibalik hal yang kamu pedulikan. Oleh karena itu perlulah kamu belajar untuk bersabar. Belajarlah untuk menerima bahwa kamu hanya bisa berusaha sekuat tenaga dengan setulus yang kamu mampu lalu pada akhirnya menyerahkannya pada Yang Maha Menggenggam semestamu di antara jemariNya.  Belajarlah untuk menerima batasanmu, untuk menerima porsimu. Karena sayang, menjadi tepat guna dan efektif lebih baik dari pada menjadi impulsif. (Perkara impuls itu tentu kamu bisa berkaca dariku dan melihat dampaknya… how messy and how clumsy your mother on handling thingssssssssss..)

Rinjani…
Terakhir. Tentang lukamu, jangan paksa orang lain untuk memahami lukamu. Manusia, akal pikiran manusia akan selalu terbatas. Jadi, lagi-lagi, ikhlaskan. Jika mereka tak memahamimu, tak apa. Pulanglah padaku. Aku tak menjanjikan bahwa aku akan memahamimu. Tapi yang pasti, aku akan merentang lengan untuk memelukmu, dan menyeduh sesuatu yang hangat untuk menemanimu memuntahkan segala yang kamu rasa perihal luka itu. Muntahkan. Mungkin aku dan mereka tak akan memahami, tak akan langsung memahami. Tapi hanya dengan begitu, sebagian lukamu akan menemukan obatnya sendiri. Hadapi dan peluk lukamu dengan berani. Sebagai mana yang dia ajarkan. Karena dengan begitu, dengan memeluk dan menghadapi lukamu, kamu akan dengan mudah mengenali luka orang lain. Dengan begitu, kamu akan lebih mudah membantu mereka. Dengan begitu, kepedulianmu bisa kamu salurkan dengan tepat.

See you when I see you, Sayang.
Ibumu, 
yang kerap kali, bicara sendiri dengan suara lantang di depan umum.
Si Kacang Kedelai yang sekarang jadi Kecambah.

p.s: Ditulis dengan lagu latar Bonita - … Laju (album).
p.s.s: Dan tentang jarak, yang merentang, bukan hanya perkara geografis. Tapi lebih dari itu.
p.s.s.s: Dan tentang perempuan kesayangan yang selalu direngkuh kasihNya. Karena mereka adalah apa yang menguatkan, apa yang mengingatkan. Tentang apa itu merawat. Juga tentang pulang dan jalan pulang.